Pantai Sawarna

Senin, November 03, 2008 | with 0 komentar »


Desa Sawarna berada di Kecamatan Bayah, di ujung selatan Kabupaten Lebak yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Kondisi demografi Desa Sawarna berbukit-bukit dengan luas wilayah sekitar 3.200 hektare dan jumlah penduduk 5.431 jiwa dalam 1.346 kepala keluarga. Sebanyak 90% masyarakatnya bermatapencaharian sebagai petani dan nelayan.

Namun dari arah Palabuhan Ratu kondisi jalannya masih kurang memadai bahkan papan petunjuk jalan milik Dishub Lebak terbengkalai tidak terpasangang ditempat sebagaimana mestinya. Jarak tempuh panjang yang melelahkan menuju Sawarna dari arah Serang atau Rangkasbitung akan segera terobati ketika perjalanan plesiran ini sudah memasuki wilayah Kecamatan Panggarangan.

Rakyat Kabupaten Tangerang, dan mungkin sebagian rakyat daerah lainnya yang berdekatan, terhenyak kaget bukan kepalang. Bagaimana tidak, rasa bangga akan segera mempunyai Rumah Sakit Umum yang megah, murah dan memadai, pupus sudah.

Siapa yang tidak sedih tatkala mendengar sarana kesehatan yang sudah begitu lama diharapkan segera beroperasi itu, belakangan ternyata malah terbengkalai. Padahal, dana sekian miliar sudah dikucurkan demi rumah sakit ini.

Belakangan semakin miris lagi tatkala kita mendengar bahwa pembangunan rumah sakit itu tak luput menjadi sasaran oknum-oknum yang hanya ingin mencari keuntungan pribadi dan kelompoknya. Kini rumah sakit yang sedang dibangun itu ibarat tengah dijalari “virus penyakit” yang bila tidak segera disterilkan kemungkian kian menjadi “akut’.

Sakit; sakit hati, sakit mata, sakit telinga dan berbagai penyakit bathin lainnya terus mendera rakyat ketika mendengar “virus penyakit” yang menjangkiti bangsa ini sudah semakin kronis. Sampai pembangunan rumah sakit saja ikut dijangkiti.

Apa gunanya membangun rumah sakit bila yang “membangunnya” saja adalah “virus penyakit”. Sepakat rasanya bahwa pembangunan berbagai sarana kesehatan, termasuk rumah sakit milik pemerintah itu, demi menyembuhkan penyakit (yang diderita rakyat), bukan malah sebaliknya menjadi wadah tumbuh kembang “virus penyakit”.

Kalau dari awalnya saja pembangunan sarana kesehatan itu sudah dijangkiti oleh “virus penyakit”, bagaimana ke depannya. Tentunya “virus penyakit” itu terus tumbuh dan nantinya bisa menjangkiti seluruh yang hidup di dalam kawasan rumah sakit itu.

Agar “virus penyakit” tersebut nantinya tidak menjalar dan menjadi akut, setidaknya para pembasmi harus bergerak cepat sedari sekarang. Untuk dapat kembali mensterilkan areal pembangunan rumah sakit, para pembasmi tentunya juga harus mempunyai obat mujarab pembunuh “virus penyakit”.

Sia-sia saja bila upaya untuk mensterilkan rumah sakit dari “virus penyakit” yang kini menjangkit, kalau saja para “dokter spesialis”-nya hanya membawa “obat warungan”. Paling hanya reda sebentar, namun kemudian kembali kambuh, bahkan bisa saja “virus penyakit” itu menjadi kebal obat.

Untuk itu, untuk membasmi “virus penyakit” di rumah sakit diperlukan para dokter yang benar-benar ahli di bidangnya. Para dokter spesialis yang benar-benar dapat menciptakan formula ampuh untuk membasmi “virus penyakit”.

Dibutuhkan formula mujarab yang sekali semprot langsung mematikan “virus penyakit” tersebut hingga ke jentik-jentiknya sekalipun. Jangan lupa pula gunakan perisai pelindung dan masker anti tertular “virus penyakit”.

Wajib Genset

Rabu, Agustus 06, 2008 | with 1 komentar »

Krisis enerji listrik di negeri ini masih terus berlanjut. Surat Keputusan Bersama atau SKB Lima Menteri pun sudah dikeluarkan untuk menekan penggunaan energi listrik secara berlebih yang selama ini didominasi kalangan industri dan pengusaha retail.

Kini, PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang tengah menginventarisasi mal, perkantoran, perhotelan, restauran serta pusat perbelanjaan lainnya di Kota dan Kabupaten Tangerang yang telah memiliki genset.

Kendati demikian PLN belum menentukan dan atau membagi jadwal pemadaman listrik bergilir bagi pusat perbelanjaan, hotel dan perkantoran di yang akan diterapkan di Kota dan Kabupaten Tangerang sesuai SKB Lima Menteri.

Pabrik listrik negara itu rencananya akan memberlakukan aturan yang mengatur tentang kewajiban memakai genset (mesin pembangkit listrik manual) bagi pengelola mal, perkantoran, perhotelan, restauran dan pusat perbelanjaan lainnya. Kewajiban memakai genset dilakukan dua kali dalam seminggu mulai pukul 17.00-22.00 WIB.

Mesin genset belakangan ini ramai dibicarakan banyak orang. Bahkan bukan saja dibicarakan namun sudah pada tahap “perburuan” mesin genset oleh pihak-pihak yang akan mendapat jatah pemberlakuan SKB Lima Menteri.

Bagi pengusaha dan kalangan industri mesin genset okelah. Mungkin bagi meraka tak menjadi masalah menjalankan kewajiban menggunakan mesin genset. Namun bagaimana dengan rakyat, utamanya kalangan industri rumahan dan rumah tangga?

Meski tak terkena kewajiban langsung penggunaan genset, namun mereka tetap yang paling merasakan dampak akibat terjadinya krisis energi listrik. Pemadaman bergilir selama satu dua jam, setidaknya merugikan bagi rakyat (kecil).

Bagi industri rumahan, dua atau tiga jam tak beroperasi, berarti harus siap kehilangan pendapatan yang tidak sedikit. Agar tak merugi misalnya, kalangan rakyat ini ikut “wajib genset”. Namun mereka tentunya akan berpikir sepuluh kali lipat untuk mencari tambahan cosh.

Solusinya adalah bagaimana bila kalangan rumah tangga dan industri rumahan, termasuk toko-toko kecil, kios-kios kakilima, perkantoran ruko, diberikan toleransi dengan tidak mendapat “jatah” pemadaman listrik bergilir.

Wajib genset bagi para pengusaha dan industri setidaknya jangan sampai menguntungkan pihak-pihak tertentu. Tetapi kembali kepada tujuan awal pemberlakuan SKB Lima Menteri, yakni untuk menekan agar krisis energi listrik tidak lebih parah.

Atau wajib genset bagi para pengusaha dan industri besar bertujuan untuk pemerataan listrik bagi seluruh rakyat. Di Tangerang sendiri, terutama di Kabupaten Tangerang khususnya, dan Provinsi Banten pada umumnya, masih banyak rakyat yang belum sama sekali merasakan terangnya listrik.

Sikap apatis rakyat terhadap keberadaan partai politik beserta para politikus yang ditawarkannya, nampaknya kian menjadi. Setidaknya anggapan itu dapat dilihat dari pesta demokrasi pemilihan kepala daerah belakangan ini. Figur-figur calon pemimpin yang diusung partai politik cenderung tak mendapat respon positif dari rakyat.

Sikap apatis rakyat terhadap para figur calon pemimpin (yang ditawarkan partai politik) lebih cenderung karena melihat partai politiknya. Tak salah bila kemudian krisis kepercayaan rakyat terhadap partai politik berimbas besar terhadap figur yang dinaungi partai politik.

Nampaknya sudah menjadi rahasia umum bagi rakyat bila partai politik kerap dimanfaatkan segelintir elitnya demi mengejar kepentingan sesaat. Menggadaikan partai politik kepada figur ambisius dengan yang rela memberikan kadedeuh demi mendapatkan kendaraan dalam upaya meraih kursi kekuasaan.

Tidak aneh bila sikap apatis atau ketidakpercayaan rakyat terhadap figur yang ditawarkan partai politik itu diwujudkan dalam bentuk tidak menggunakan hak pilih alias Golput. Kini ada kecenderungan rakyat mengalihkan kepercayaan kepada figur calon pemimpin yang muncul atau dimunculkan dari jalur perseorangan atau independen.

Boleh jadi pada pesta demokrasi di tiga daerah di Provinsi Banten, yakni Kota Serang, Kabupaten Lebak termasuk Kota Tangerang, menjadi masa kebangkitan calon independen. Di Kota Serang misalnya, dari delapan pasangan calon walikota/wakil walikota, empat pasang diantaranya maju dari jalur perseorangan.

Di Kabupaten Lebak, hiruk pikuk pesta demokrasi langsung diramaikan dengan kemunculan pasangan calon pemimpin dari jalur independen. Demikian di Kota Tangerang, beberapa figur pasangan calon pemimpin—kini tengah diverifikasi KPU—muncul melalui jalur independen.

Bukan persoalan mudah bagi calon perseorangan untuk dapat lolos menjadi calon pemimpin. Untuk dapat lolos menjadi calon saja, mereka harus mendapat kepercayaan rakyat terlebih dalam bentuk foto kopi kartu tanda penduduk sebanyak sepertiga dari jumlah penduduk di daerahnya.

Bila saja foto kopi KTP dukungan itu benar-benar didapat berdasarkan keinginan rakyat tanpa embel-embel “membeli”, tentunya pasangan calon pemimpin dari jalur independen itu sudah mengantongi jumlah suara yang pasti. Namun sebaliknya, menjadi lain ketika foto kopi KTP itu didapat hasil “membeli”.

Namun pada akhirnya semua kembali kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam berdemokrasi. Tidak salah bila rakyat Kota Serang, Kabupaten Lebak dan Kota Tangerang, nantinya lebih mempercayakan amanatnya kepada figur pemimpin yang bukan “dijual” oleh partai politik.

Bersama Mencari Caleg

Selasa, Agustus 05, 2008 | with 0 komentar »

Gong Pemilihan Umum 2009 telah ditabuh dan terdengar bergemuruh di seantero tanah air, termasuk di ujung paling barat pulau Jawa ini. Saatnyalah rakyat bersama untuk menjaring calon wakil mereka baik duduk sebagai anggota legislatif (DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kota/Kabupaten dan DPD) yang akan dipilih melalui ajang Pemilu nanti.

Ingat pepatah kuno “Hanya Keledai yang akan terperosok dua kali dalam lubang yang sama”, begitulah kalimat tepat dalam mempresentasikan sebuah kesalahan dalam memilih wakil. Ingat juga pada Pemilu tahun 2001 dan 2004 lalu, sejumlah orang yang dipercaya mewakili rakyat dan diyakini menyuarakan hati nurani kita ternyata dalam perjalannya justru menafikan kepentingan masyarakat.

Sebut saja contohnya, sebagian besar anggota DPRD Provinsi Banten periode 2001 terjerat kasus korupsi Dana Perumahan dan Tunjangan DPRD senilai Rp 14 Miliar serta diantaranya telah divonis penjara. Contoh lain, yang saat ini sedang dalam proses hukum ialah Kejaksaan Tinggi berencana memeriksa 45 anggota DPRD Pandeglang dalam kasus dugaan menerima suap dalam pinjaman daerah senilai Rp 200 Miliar.

Itulah sedikit kasus yang menimpa para anggota dewan terhormat yang selama ini dianggap sebagai barisan terdepan menyuarakan kepentingan rakyat.

Nah tentunya, hal demikian menjadi gambaran agar kita tidak terulang kembali memilih kesalahan. Karena nasib rakyat, sedikit banyak akan tergantung oleh responsibilitas dan akuntabilitas para perwakilannya di parlemen.

Setidaknya, sebelum lebih jauh memasuki momen demokrasi untuk mengantarkan “Sang Kerah Putih” itu perlu menggelar uji kelayakan dan kepatutan yang secara sadar dilakukan seluruh rakyat (tidak hanya partai politik).

Uji kelayakan dan kepatutatn atau fit and propertest meliputi, misalnya, syarat sesuai ketentuan yakni caleg adalah warga negara Indonesia yang telah berusia 21 tahun atau lebih, kesetiaan kepada Pancasila, UUD 1945, serta cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 serta surat tidak tersangkut perkara pidana seperti korupsi dan tindak pidana lainnya.

Melalui uji kelayakan di tingkat grassroot ini, secara otomatis akan menutup rapat-rapat terhadap caleg yang pernah dan sedang tersangkut kasus korupsi serta tindak pidana lain. Masyarakat akan bilang; “Tidak untuk Caleg Koruptor”. Selain itu, rakyat akan lebih melirik warga masyarakat yang akuntabilitas, bebas korupsi, berkelakuan baik dan sebagainya untuk dimajukan ke daftar caleg ke partai politik.

Jadi partai politik hanya akan mengusung caleg yang merupakan rekomendasi atau dukungan masyarakat, sehingga pada akhirnya saat Pemilu 2008 tiba caleg-caleg yang berkualitas unggul dan benar-benar berpihak kepada rakyatlah yang dipilih.

Berdasarkan UU Nomor 10/2008 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD, kuota kursi beberapa daerah pemilihan bertambah seiring membengkaknya jumlah pemilih, termasuk di DPRD Kota/Kabupaten sebanyak 50 kursi dan pertengahan Agustus 2008 mendatang memasuki tahap Pendaftaran Caleg di KPU.

Oleh karenanya, sekarang belum terlambat baik masyarakat dan 34 partai politik untuk mencari sosok bakal Caleg yang sesuai harapan rakyat. Tidak lagi, parpol mengedepankan kekuatan uang, kolusi dan nepotisme untuk menentukan daftar Caleg. Namun daftar Caleg itu merupakan hasil uji kelayakan dan kepatutan yang telah dilakukan seluruh elemen masyarakat.

Strategi Busuk sang Penguasa

Selasa, Agustus 05, 2008 | with 0 komentar »

Sudah bukan rahasia lagi pada era sekarang ini banyak abdi masyarakat yang sudah beralih menjadi abdi penguasa. Berbagai keluhan masyarakat setidaknya menjadi bukti penguatan atas terjadi kondisi terbalik di jajaran para penyelenggara pemerintahan di negeri ini.

Ketika menjelang pagelaran suksesi kepemimpinan, deretan abdi masyarakat yang menjadi abdi penguasa setidaknya kian kentara, terlebih bila sang penguasa ingin mempertahankan kekuasaan atau dengan kata lain menjadi incumbent dalam sebuah pesta demokrasi suksesi kepemimpinan.

Meski saat ini demokrasi pemilihan pemimpin secara langsung berada ditangan rakyat, namun tidak secara otomatis dapat menghilangkan sikap eweuh pakeweuh para abdi penguasa, meski sang penguasa sudah menjadi incumbent sekalipun.

Cukup banyak cara-cara yang dilakukan para abdi masyarakat yang telah menjadi abdi penguasa untuk “membela” sang atasannya. Dari mulai cara menyebar isu bahwa rakyat tak akan mendapat jatah Raskin bila tidak memilih kembali incumbent, sampai tega tidak mengakui warganya yang telah memberikan dukungan kepada calon pemimpin lain.

Rakyat mesti harus terus diingatkan bahwa yang namanya abdi negara—para penyelenggara pemerintahan mulai pusat hingga daerah, dari pangkat tinggi hingga golongan keroco—diharuskan netral dalam setiap pesta demokrasi suksesi kepemimpinan.

Saat ini, (rakyat sudah merasakan sendiri) kondisi sebaliknya yang terjadi, terutama pada pemilihan langsung kepala daerah atau Pilkada, dimana justru para abdi negara itu membela mati-matian pimpinan yang sedang berkuasa atau yang mencalonkan lagi—incumbent.

Bagi abdi masyarakat yang demikian—karena masih ada abdi rakyat yang memegang teguh idealisme netralitasnya—apapun akan dilakukan demi menjegal calon pesaing berat incumbent dalam upaya mempertahankan kekuasaannya.

Untuk membodohi rakyat yang berbeda pandangan, mereka biasanya melakukan upaya-upaya kotor, semisal menerapkan birokrasi berbelit dengan dalih berkaitan dengan urusan administrasi kepemerintahan. Kondisi demikian yang tengah terjadi ditengah menghangatnya wacana suksesi beberapa kepala daerah di Banten saat ini.

(Sudah) Ada abdi rakyat yang menjadi abdi penguasa—incumbent—dengan secara terang-terangan melakukan berbagai strategi (bagi mereka) cerdik tapi sebenarnya adalah memberikan pembodohan berdemokrasi kepada rakyat.

Meski sang incumbent yang dibela para badi “penguasa” berkilah tidak pernah memberikan instruksi atau menggunakan aparat birokrasi untuk memobilisasi rakyat agar mendukungnya, namun rakyat yang cerdas tetap menatap adanya strategi busuk yang tengah dimainkan penguasa.

Nenek Ijah bertanya kepada cucunya yang tengah menempuh kuliah program studi politik di Universitas Negeri Tirtayasa, Serang. “Ribet amat ya sekarang milih partai,?” seru Nenek. “Kenapa?” saut Purnomo, cucu Nek Ijah sembari mengernyitkan dahinya. Dalam benak Purnomo, neneknya kebingungan untuk menyalurkan hak politiknya pada Pemilu 2009 mendatang. Selain banyaknya partai politik akan berlaga, calon anggota legislatif di sebuah parpol itu juga berderet panjang.

Inilah gambaran kecil, fenomena “lumrah” ditengah masyarakat dalam menyambut proses demokrasi ala 34 partai politik yang siap digelar tahun ini.

Berkaca pada Pemilu 2004 lalu, dengan 24 partai politik, banyak ditemui masyarakat kita asal-asal memilih partai dan calegnya. Akibatnya, banyak suara terbuang percuma serta partai-partai pun tak lolos electoral treshold alias harus “berganti baju, berganti bendera,” untuk bisa mengikuti Pemilu 2009.

Namun ditengah kebingungan rakyat, sejumlah lembaga survei independen memprediksi bahwa sikap asal-asalan itu akan kembali ditemui. Bagi orang awam, sebut saja sebagai massa mengambang akan banyak menjatuhkan pilihannya kepada partai-partai lama yang sudah “mapan” seperti Partai Golkar dengan Gambar Pohon Beringinnya, PDIP yang berlambang Banteng Moncong Putih itu, PKS hingga PPP. Meski sudah dikenal, beberapa hasil survei juga menyebutkan partai-partai lama akan mengalami penurunan.

Sebaliknya, partai-partai baru tidaklah laku dan bahkan cenderung terkesan sebagai peramai pesta demokrasi yang diperebutkan partai-partai lama.

Indonesian Research and Development Institute (IRDI) mengungkapkan apabila Pemilu dilakukan 5-12 Juli, maka 26,3% responden memilih PDI Perjuangan. Kemenangan partai moncong putih itu diikuti Partai Golkar (24,6), Partai Demokrat (11,2%), PKS (9,12%), PKB (5%), PAN (3,27%), dan PBB (0,5%).

“Bila melihat perkembangan hasil survei IRDI, kecenderungan seluruh partai besar mengalami penurunan perolehan suara,” kata Direktur IRDI, Notrida Mandica, dalam jumpa pers di Jakarta, akhir bulan Juli lalu.

Masih menurut IRDI, dari mayoritas responden (84,5%) tidak mengenal partai baru. Namun, di antara semua parpol baru, Partai Hanura menduduki nomor urut pertama, dilanjutkan Partai Gerindra (1,14%), PKNU (0,71%), PDP (0,51%), Papernas (0,39%), dan PMB (0,24%). Sedangkan PKP, Partai Patriot, Partai Republikan, Partai Buruh, dan Partai Demokrat Sejahtera masing-masing meraih 0,08%.

Nah kecenderungan itu, tampaknya dialami juga oleh calon pemilih di Provinsi Banten. Partai-partai baru, sulit meraih simpati rakyat. Ditengah kebingungan Nenek Ijah tadi bisa diprediksikan disamping kecerdasan strategi parpol, faktor sosialisasi dan perekrutan calon anggota legislatif, bahwa “nomor urut” juga akan sedikit banyak mempengaruhi dulangan suara. Sebut saja, Partai Hanura bernomor 1 dan PKNU bernomor buncit atau 34. Keduanya menjadi partai tutup kendang yang mudah diingat khalayak, yakni tutup kendang satunya ditempati Hanura dan tutup kendang lainnya bertengger PKNU.

Merdeka atau Mati (Suri)

Senin, Agustus 04, 2008 | with 0 komentar »

Pekikan “merdeka atau mati” bergaung begitu kencang pada 63 tahun silam. Pada masa perjuangan setengah abad lebih itu, para pejuang begitu gigih melawan penindasan kaum penjajah demi meraih satu kata; Kemerdekaan Bangsa (Indonesia).

Bagi para pejuang tempo doleloe, merdeka berarti bebas dari segala bentuk penjajahan dan penindasan. Merdeka berarti mudah untuk mendapatkan sandang, pangan atau pun papan, karena tak lagi dirampas kaum penjajah.

Karena itulah tujuan dari perlawanan rakyat negeri ini terhadap kaum penindas. Tujuan kemerdekaan itu tertera jelas dan tegas pada prambule Undang-Undang Dasar Negara; Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan pri keadilan.

Bagaimana masa sekarang? Setelah 63 tahun silam, pekikan merdeka atau mati tak lagi pernah terdengar diteriakan rakyat negeri ini. Yang ada justru pekikan mengandung kemarahan rakyat lantaran merasa belum sepenuhnya merdeka.

Pada masa sekarang pekik kemerdekaan berbalik menjadi berbagai teriakan hujatan kepada para perampas hak-hak (kemerdekaan) rakyat. Cacian dan makian kerap terdengar dikumandangkan rakyat ditengah gegap gempita penyambutan hari kemerdekaan bangsa ini.

Cacian rakyat yang berkeluh kesah lantaran terus tertekan oleh kenaikan harga berbagai bahan kebutuhan pokok. Para petani yang menjerit karena kehilangan pupuk. Padahal “nenek moyang” petani yang dulu ikut berjuang melawan penjajahan dan penindasan adalah demi kemudahan untuk mendapatkan pupuk.

Namun kenyataannya sekarang, hak-hak kemerdekaan rakyat itu justru dirampas oleh (oknum) bangsa sendiri. Korupsi kian merajalela, belum atau tidak ada tanda-tanda penegakan hukum yang pasti. Belum lagi, nepotisme, kolusi dan para oknum yang lebih mementingkan koncoisme.

Teriakan Merdeka atau Mati pada era sekarang ini telah berganti pekikan Lapar atau Mati Suri. Tak ada upaya yang dilakukan dari para pengklaim pejuang dan penjaga kemerdekaan bangsa untuk lebih mengendepankan kepentingan rakyat.

Yang ada saat ini adalah bagaimana mengisi kemerdekaan untuk mencari atau bahkan meningkatkatkan kepentingan pribadi maupun kelompoknya sendiri. Para pengklaim penyambung aspirasi rakyat, saling berlomba sikut menyikut hanya untuk sekadar dapat duduk di tampuk kekuasaan.

Tidak aneh bila saat ini rakyat cenderung apatis terhadap setiap peringatan hari-hari bersejarah bangsa. Peringatan hari-hari bersejarah bangsa dianggap hanya milik segelintir orang dengan hanya sebatas pagelaran seremoni tanpa membuahkan manfaat bagi rakyat dalam mendapatkan hak kemerdekaan.

Mercusuar Banten

Minggu, Agustus 03, 2008 | with 0 komentar »



Mercusuar setinggi 75.5 M dengan 18 lantai ini dibangun pada tahun 1885, sebagai ganti dari mercusuar sebelumnya yang rusak akibat gelombang tsunami ketika Gunung Krakatau meletus dua tahun sebelumnya. Konon bangunan mercusuar lama terlempar lima ratus meter akibat glombang laut. Mercusuar pengganti itu terbuat dari baja setebal 2,5 cm, dan ketika dibawa dari Belanda ke Indonesia dalam bentuk potongan baja untuk setiap lantai, dan kemudian disusun kembali beberapa meter dibelakang fondasi mercusuar yang lama.

Pada lantai 11 dan 12 Mercusuar ini terdapat lobang setebal 2 M. Anyer sangat dikenal karena Gubernur Jendral Daendels pada 1811 mengawali pembangunan jalan di Pulau Jawa sepanjang 1.000 Km dimulai dari Anyer Kidul ini sampai Panarukan ujung Timur Jawa Timur. Poin di menara ini sering juga disebut dengan Titik Nol jalan Deandels. (foto: flickr.com/photos/tjetjep)

Kekasih…

Sabtu, Agustus 02, 2008 | , , with 0 komentar »



kekasih…

terasa tersisih aku di sini
tanpamu di sisiku menyalakan lilin
yang akan terangi gulita malamku
seperti biasa, dalam lemah ruang batinku

tersekapku dalam kubang kehampaan
Tanpa desah manjamu menghiring nafasku

"kau kini jauh, sejauh imajinasiku
untuk merengkuhmu dalam pelukku

kau tahu jiwa ini redup tanpa pijar matamu
ingin kucari hadirmu di antara labirin malam

namun terantuk langkah ini oleh dinding itu
dan kau pun tahu deru rinduku masih untukmu

kekasih…

dalam untai doa semalam kulabuh harap
agar kau bahagia di sepanjang cita
kan kuraba jejakmu di tiap tarik nafasku
hingga nanti, selama angin ceritakan indahmu

Air Terjun Curug Kanteh

Jumat, Agustus 01, 2008 | with 0 komentar »


Pesona air terjun Curug Kanteh di Desa Cikatomas, Kabupaten Lebak ini luar biasa. Selain airnya jernih, air terjun ini berada di tengah hutan yang tentunya berudara sejuk dan masih alami. Belakangan Curug Kanteh ini diteliti untuk dijadikan pembangkit linstrik untuk memenuhi kebutuhan listrik warag di Kabupaten Lebak bagian selatan.

Adalah benar pendapat yang kerap menyatakan bahwa perjalanan demokrasi kita justru mundur jauh ke belakang. Era reformasi yang dianggap sebagai tonggal pembenahan dalam segala bidang, termasuk bidang politik, dalam perjalanannya justru membentur tembok beton berlapis baja.

Perkembangan politik menuju pembelajaran cara berdemokrasi yang baik dan benar—seperti harapan banyak orang—justru jalan di tempat, bahkan ada yang menganggap malah lebih buruk dari sebelumnya. Pada prakteknya para elit politik kita masih saja menggunakan cara konvensional.

Setidaknya cara-cara tradisional yang tadinya menjadi begitu sangat dihujat, justru kembali dilakukan para elit politik saat ini. Terlebih ditengah kesibukan mencari peruntungan nomor jadi pada proses pencalegan bagi partai politik peserta pemilu 2009.

Berlomba para elit partai politik mencari nomor topi. Dengan menghalalkan berbagai cara, para elit partai politik bukan saja saling sikut, namun untuk agar mendapat nomor jadi, mereka juga melakukan strategi konvensional yakni kolusi korupsi dan nepotisme plus koncoisme.

Tujuan menjadi calon anggota legislatif—terlebih yang diraih dari hasil sikut menyikut—nampaknya bukan lagi murni untuk memperjuangkan aspirasi konstituennya(rakyat) melalui partai politik. Lebih dari itu, menjadi anggota legislatif karena melihat peluang besar dapat mengumpulkan materi lebih banyak terbuka di depan mata.

Tahapan penyerahan daftar caleg oleh partai politik peserta Pemilu 2009 kepada Komisi Pemilihan Umum baru dimulai 14 Agustus hingga 19 Agustus. Namun, perebutan nomor jadi daftar calon legislatif pada masing-masing partai politik peserta Pemilu, sudah kian memanas.

Para elit yang dekat elit tertinggi partai politik sudah mengklaim diri menjadi calon legislatif nomor jadi dari partainya. Klaim itu misalnya dengan memulai menebar pesona mencari simapti rakyat, tentunya dengan cara konvensional.

Meski belum tentu dicalonkan partainya sebagai calon anggota legislatif, namun para pencari popularitas ini telah mencuri “start kampanye” dengan misalnya menggelar berbagai even yang melibatkan banyak orang—paling sering adalah menggelar even olahraga hingga tingkat rukun tetangga.

Mereka yang merasa popularitasnya meningkat dengan even yang digelarnya, merasa sudah cukup modal untuk mendekati penguasa partai politiknya untuk dapat menduduki nomor urut topi. Ada lagi mereka yang punya materi berlebih merasa berada di atas angin, karena menganggap tidak sulit menduduki nomor jadi untuk melenggang ke gedung wakil rakyat.

Begitulah setidaknya persaingan para elit politik untuk dapat duduk di kursi empuk di negeri yang katanya tengah membangun dan menegakkan demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Nyatanya, rakyat melihat sendiri bagaimana yang dulu sudah dibuang jauh-jauh, kini justru diambil kembali hanya untuk mengejar ambisi kekuasaan.

penyakit cinta ♥

Rabu, Februari 13, 2008 | with 0 komentar »

Jatuh cintanya gampang... mengungkapkannya yang susah. Bahkan, mau bilang I love you aja susahnya bisa ngalah - ngalahin ujian masuk perguruan tinggi negeri. Pokoknya mulut terasa kaku, lidah jadi kelu. Pokoknya ngga kuku dech kalau udah begitu, maka dipendamlah cinta dalam kalbu, hanya Tuhan dan rumput bergoyang yang tau (weleh rumput koq bergoyang, pasti ada apa2nya tuch)

Nah pernahkah kamu memendam cinta? Kalau pernah don't worry, Kamu bukan seorang psycho...

Tapi HATI - HATI lho, jangan suka terlalu lama memendam cinta, nenek bilang BAHAYA... Penelitian membuktikan kalau terlalu lama memendam cinta, bisa menimbulkan penyakit berbahaya.

p¨T♥¨T¨p¨p¨T♥¨T¨p¨p¨T♥¨T¨p¨p¨T♥¨T¨p¨p¨T♥¨T¨p
ILOEV.........UILOEV......UILOEV................U

Berikut daftar penyakit cinta berbahaya :
1. HIV = Hanya Impian Velaka
2. AIDS = Akibat Impian Dipendam Setahun
3. PMS = Pedihnya Menanti Sentuhanmu
4. SARS = Sakit Akibat Rasa Suka
5. TBC = Tekanan Bathin Cinta
6. SAKAW = SAkit KArena engkaW
7. KOLERA = KOk LoE ngga ngeRAsa sih ?
8. FLU = Feeling Lonely, Uuuhh .....
9. PUSING Ya minum obat dong, huahahahahaa

،،،، (¨`·.·´¨) ،،،،،،،،،،،،،،،،،، (¨`·.·´¨) ،،
،،،،،،`·.¸(¨`·.·´¨) ،،،،،،،،،،،،،،`·.¸(¨`·.·´¨)
،،،،،،،،،،،،`·.¸.·´ ،،،،،،،،،،،،،،،،،،،،`·.¸.·´

،،،،،،،،،،،،

gak peduli, siapa yang kau pilih
gak peduli, siapa yang kau cari
gak peduli, siapa yang ingin kau raih
gak peduli, siapa pun pendapatmu tentangku

،،،،،،،،،،،، (¨`·.·´¨) ،،
،،،،،،،،،،،،،،`·.¸(¨`·.·´¨)
،،،،،،،،،،،،،،،،،،،،`·.¸.·´

،،،،،،،،،،،،،،،،

yang ku tau, aku sayang kamu
yang ku tau, aku menginginkanmu
yang ku tau, aku memujamu
yang ku tau, kau masih bisa menjadi milikku

،،،، (¨`·.·´¨) ،،،،،،،،،،،،،،،،،، (¨`·.·´¨) ،،
،،،،،،`·.¸(¨`·.·´¨) ،،،،،،،،،،،،،،`·.¸(¨`·.·´¨)
،،،،،،،،،،،،`·.¸.·´ ،،،،،،،،،،،،،،،،،،،،`·.¸.·´

،،،،،،،،،،،،،،،،،،،،،، (¨`·.·´¨) ،،
،،،،،،،،،،،،،،،،،،،،،،،،`·.¸(¨`·.·´¨)
،،،،،،،،،،،،،،،،،،،،،،،،،،،،،،`·.¸.·´
،،،،،،،،،،،،،،،،،،،،،،،،،،،،